Pasar Industri Pariwisata di Indonesia

Survei wisatawan asing oleh tim Fakultas Ilmu-ilmu Sosial Universitas In­donesia, khususnya mengenai maksud berkunjung ke Indonesia, menemukan hal-hal sebagai berikut:

  1. Wisata untuk bersenang-senang sangat dominan di kalangan wisatawan yang berumur 20 tahun ke bawah. Mereka yang berkunjung dengan tujuan bisnis dan dinas resmi lebih banyak dalam kelompok umur 31-50 tahun dibanding kelompok umur lainnya.
  2. Wisatawan yang tiba dengan tujuan mengunjungi kawan/keluarga proporsi paling besar berasal dari kalangan umur 20 tahun ke bawah, sedangkan proporsi kunjungan berasal dari kelompok umur yang lain perbedaannya tidak menyolok. 
  3. Tingkat pendidikan mempengaruhi maksud seseorang untuk berwisata. Wisatawan yang berkunjung ke Indonesia dengan maksud bersenang-senang cenderung semakin tinggi pendidikannya semakin sedikit jumlahnya, sedangkan untuk urusan bisnis atau rapat dinas kebanyakan dari golongan berpendidikan tinggi. 
  4. Kecenderungan mengenai maksud kunjungan ke Indonesia di antara wisatawan pria dan wisatawan wanita tidak memperlihatkan adanya perbedaan. Sebagian besar dari wisatawan pria dan wisatawan wanita berkunjung ke Indonesia dengan tujuan bersenang-senang. 
  5. Pada umumnya wisatawan dari berbagai jenis pekerjaan datang dengan maksud bersenang-senang di Indonesia, kecuali tenaga ahli (profesional) dan manajer. Dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang lain, wisatawan dari kedua kelompok terakhir ini datang di Indonesia dengan tujuan bisnis atau urusan yang berhubungan dengan pekerjaannya/tugasnya.
  6. Pejabat pemerintah, sebagaimana dapat diduga, paling banyak berkunjung ke Indonesia untuk dinas atau kunjungan resmi. Tenaga ahli berkunjung juga untuk menghadiri rapat atau konferensi. Maksud mengunjungi keluarga dinyatakan oleh kelompok anggota militer dan mahasiswa.   
Dalam hal pola kunjungan wisatawan asing ke Indonesia, diperoleh gambaran sebagai berikut:

 

  1. Kebanyakan wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia untuk pertama kalinya. Memang ada juga yang berkunjung untuk kedua dan ketiga kalinya akan tetapi jumlahnya tidak begitu besar. 
  2. Wisatawan asing yang datang ke Indonesia ternyata sebagian besar mengurus sendiri perjalanannya, sedangkan yang mengikuti package tour hanyalah sebagian kecil.
  3. Tentang teman berwisata diperoleh gambaran, bahwa sebagian besar wisatawan asing datang berteman itu, yang paling banyak adalah pasangan suami istri, disusul mereka yang terkecil adalah mereka yang datang bersama keluarga (suami-istri bersama anaknya).
  4. Mengenai urutan banyaknya kunjungan beberapa kota di Indone­sia ternyata Jakarta menempati urutan yang pertama, menyusul Denpasar kemudian Yogyakarta, lalu berturut-turut Medan, Ban­dung, Surabaya, Padang, dan Ujung Pandang.

Sifat Khusus Industri Pariwisata

Ada beberapa sifat yang khusus mengenai industri pariwisata yaitu:

  • Produk wisata mempunyai ciri bahwa ia tak dapat dipindahkan. Orang tak bisa membawa produk wisata pada langganan, tetapi langganan itu sendiri harus mengunjungi, mengalami dan datang untuk menikmati produk wisata itu.
  • Dalam pariwisata produksi dan konsumsi terjadi pada saat yang sama. Tanpa langganan yang sedang mempergunakan jasa-jasa itu tidak akan terjadi produksi.
  • Sebagai suatu jasa, maka pariwisata memiliki berbagai ragam ben-tuk. Oleh karena itu dalam bidang pariwisata tidak ada standarukuran yang objektif, sebagaimana produk lain yang nyata misalnya ada panjang, lebar, isi, kapasitas dan sebagainya seperti pada sebuah mobil.
  • Langganan tidak dapat mencicipi produk itu sebelumnya bahkan tidak dapat mengetahui atau menguji produk itu sebelumnya. Yang dapat dilihat hanya brosur-brosur, gambar-gambar.
  • Dari segi usaha, produk wisata merupakan usaha yang mengandung risiko besar. Industri wisata memerlukan penanaman modal yang besar, sedang permintaan sangat peka terhadap perubahan situasi ekonomi, politik, sikap masyarakat atau kesenangan wisatawan dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut dapat menggoyahkan sendi-sendi penanaman modal usaha kepariwisataan karena bisa mengakibatkan kemuaduran usaha yang deras, sedangkan sifat produk itu relatif lambat untuk menyesuaikan keadaan pasar.

Kemunduran-kemunduran itu tidak hanya pada industri pariwisata, tetapi melibatkan pula industri penunjang wisata, yaitu suatu perusahaan industri yang tumbuhnya sangat bergantung pada pertumbuhan industri wisata itu sendiri, seperti perusahaan alat-dekorasi hotel, perajin barang-barang suvenir, dan seterusnya. Dengan demikian pengembangan pariwisa­ta harus benar-benar dilandasi penelitian, pertimbangan-pertimbangan dan perencanaan yang masak untuk mengurangi risiko yang besar, dan justru didayagunakan pula manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat.

Setiap kesatuan usaha pariwisata — baik kesatuan itu merupakan hotel, motel atau travel bureau — kalau mau tetap hidup perusahaan itu tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi harus menjadi suatu mata dalam rantai perusahaan yang memanjang di banyak negara. Untuk menjadi mata rantai itu, tiap-tiap perusahaan harus dapat memenuhi standar modernisasi yang ditentukan sama di semua negara yang diikat oleh rantai tadi.

Pemerintah dalam rangka pembinaan perusahaan dalam menawarkan produk wisatanya harus memperhitungkan dua segi:

a)  Segi yang menyangkut produk-produk yang ditawarkan pengusaha-pengusaha lain.

b)  Segi yang menyangkut faktor-faktor keaslian alam dan tingkah laku manusia.

 

Pariwisata sebagai Alat Kebijaksanaan Ekonomi di Negara Berkembang

Dalam tiga dekade terakhir ini banyak negara-negara sedang berkembang (developing countries) menaruh perhatian besar terhadap industri pariwisata. Hanya sangat disayangkan, di antara banvak program yang direncanakan tidak dipertimbangkan matang, apalagi keuntungan yang akan diperoleh dibandingkan dengan kerusakan yang mungkin ditimbulkan oleh pariwisata sebagai suatu industri. Suatu laporan yang ditulis oleh Estoril Seminar mengatakan:

Dalam hal mencari tempat-tempat untuk bersenang-senang, ada kecenderungan pada negara-negara udang berkembang untuk menjadikan cahaya matahari (sunshine), laut (sea), pantai (shore), dan pasir (sands) atau “4 S” sebagai daya tarik untuk berkunjung ke daerah tersebut. Dengan cara demikian pembangunan pariwisata menjadi suatu yang mudah untuk mendorong pembangunan ekonomi, yaitu dengan hanya mengeksploitasi keindahan alam untuk mengatasi kesukaran dalam defisit neraca pembayaran yang dialaminya.

 

Sering terjadi negara-negara berkembang mengharapkan hasil yang banyak dari industri pariwisata, akan tetapi menghadapi berbagai masalah dalam menggarapnya. Negara-negara yang secara geografis jauh terpencil dari negara yang penduduknva mempunyai pendapatan per kapita tinggi, mempunyai alam dan iklim yang menvenangkan, akan tetapi tidak mempunyai fasilitas untuk dapat memberikan pelayanan yang baik pada wisatawan. Negara semacam ini pasti akan menghadapi kesukaran bila tetap berkeinginan untuk mengembangkam pariwisata sebagai suatu industri.

 

Dewasa ini pembangunan ekonomi pada kebanyakan negara-negara berkembang kelihatan lebih banyak ditujukan untuk mendirikan industri yang dapat menghasilkan barang-barang modal, namun sangat disangsikan keberhasilannya, karena kualitas barang dan harga yang ditawarkan tidak bisa bersaing dengan pasar luar negeri. Hal ini tidak lain disebabkan:

  • Biaya produksi relatif masih tinggi, tidak bisa bersaing de­ngan barang-barang impor yang mempunyai mutu yang le­bih baik dan harga lebih murah.
  • Kebanyakan para pengusaha di negara-negara berkembang tidak banyak mengetahui sektor-sektor ekonomi apa yang masih perlu dikembangkan bagi negaranya (karena yang lain dinggap sudah jenuh).
  • Kurangnya tenaga ahli, sempitnya pemasaran dan rendahnya daya beli penduduk, merupakan suatu rintangan untuk menggalakkan pembangunan selanjutnya.

 

Bagi negara-negara berkembang atau DTW yang berkeinginan membangun industri pariwisata di daerahnya, maka kebijaksanaan pembangunan pariwisata yang berimbang ini harus diterapkan. Pariwisata sebagai industri dapat digolongkan sebagai industri ketiga (tertiary industry), peranannva cukup menentukan dalam menetapkan kebijaksanaan tentang kesempatan berusaha (business opportunities), kesempatan kerja (job opportunities), kebijaksanaan perpajakan, izin usaha dan baugunan, pendidikan, lingkungan hidup, cagar budaya, standar kualitas produk, jadwal perjalanan, hotel dan pesawat udara, dan angkutan wisata lainnva. 

 

Sementara ini ada kalangan yang mengkhawatirkan masuknva investor asing ini, karena bukan tidak mungkin kegiatan ekonomi, khususnya dalam industri pariwisata, akan dikuasai oleh para investor asing ini. Kebijaksanaan mengundang investor asing itu, harus dilihat dari keterbatasan modal untuk investasi. 

 

Aspek lain yang juga dianggap penting dalam kebijaksanaan ekonomi bahwa pembangunan ekonomi suatu daerah secara regional dapat dengan mudah dikembangkan melalui pengembangan pembangunan industri pariwisata, terutama dalam menghadapi timbulnya urbanisasi, mengalirnya pencari kerja ke kota-kota besar sedikitnya dapat dihindarkan, karena banyaknya proyek-proyek wisata di daerah. Namun biasanya manajemen proyek terbentuk pada rendahnya tingkat pendidikan penduduk setempat, sehingga masih terpaksa mendatangkan tenaga profesional dari kota-kota besar.

 

Bila ini yang terjadi timbullah kecemburuan sosial dan kalau tidak ditangani sccara bijaksana proyek yang dibangun bisa gagal, karena tidak didukung oleh masvarakat lokal. Idealnya pengembangan pariwisata itu hendaknva dapat memberi keuntungan bagi investor, kesenangan dan kenikmatan bagi wisatawan, serta kesejahteraan dan kemakmuran bagi penduduk setempat.

 

Selain itu satu hal yang perlu pula kita sadari bahwa harga atau nilai yang diharapkan dari pariwisata, tidak hanya dilihat dari sisi investasi untuk kepentingan industri pariwisata saja sebagai sumber perolehan devisa. Akan tetapi, hendaknva juga dilihat dari sudut lain yang bersifat non-moneter.

Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, BAB III Pasal 5, Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip :

  • menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan; Berbagai jenis perubahan dalam pembangunan pariwisata harus berupaya memasukkan dampak kegiatan positif terhadap lingkungan ke dalam pembangunan pariwisata sebagai nilai tambah yang nyata agar terjadi keseimbangan hubungan antara Tuhan Yang Maha Esa, manusia dan lingkungan. Namun demikian, perhatian juga harus secara khusus diberikan bagi upaya mencegah dan/atau mengurangi dampak negatif yang dapat berpengaruh buruk terhadap pembangunan pariwisata dalam jelajah luas berbagai akibat yang saling mempengaruhi, termasuk dampak social terhadap perilaku, sikap dan persepsi pengunjung terhadap kualitas lingkungan beberapa objek wisata. Oleh karena itu, berbagai inovasi-inovasi yang didatangkan oleh wisatawan janganlah langsung diadopsi, melainkan harus difilter terlebih dahulu.
  • menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; Kehadiran dan berbaurnya pengunjung dari segenap penjuru dunia juga dapat merusak lingkungan social dan budaya masyarakat setempat, menyebabkan hancurnya sebagian atau seluruh budaya masyarakat tuan rumah, dan digantikan oleh nilai-nilai social yang dibawa oleh wisatawan, misalnya upacara adat dan agama yang diperjualbelikan, menurunnya norma dan adat keagamaan serta tekanan terhadap perubahan nilai dan norma social, cara berpakaian, kebiasaan dan perilaku. Oleh karena itu pariwisata harus dimanfaatkan sebagai medium untuk menyombongkan budaya dan gaya-hidupnya, bukan dipertaruhkan demi mengejar tujuan ekonomi.
  • memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas; Pengembangan pariwisata mutlak memerlukan kerjasama dengan masyarakat terutama bagi upaya perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan potensi dan jasa lingkungan sumberdaya. Dilain pihak peran serta masyarakat dapat terwujud oleh karena manfaatnya dapat secara langsung dirasakan melalui terbukanya kesempatan kerja dan usaha jasa wisata yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Demikian pula dalam pelaksanaannya tidak membeda-bedakan pihak manapun yang berkepentingan dengan kegiatan pariwisata. Manfaat yang dapat diperoleh bila kebijaksanaan dijalankan, dapat dibagi merata secara adil diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Apabila ada biaya yang harus dikeluarkan untuk memelihara hasil pembangunan pariwisata di suatu daerah tertentu, biaya tersebut harus ditanggung bersama secara adil diantara semua pihak yang berkepentingan. Apabila ada hak istimewa tersebut hendaknya seimbang dengan sumbangan masa lalu mereka terhadap pembangunan pariwisata di daerah tersebut. Tetapi, dan yang lebih penting, adalah bahwa hak-hak istimewa tersebut harus punya batas-batas yang jelas dan semua orang harus mengetahuinya.
  • memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup; Pengembangan pariwisata perlu mempertimbangkan aspek daya dukung lingkungan alam, binaan dan social baik dari segi potensi yang dapat dimanfaatkan, maupun dari segi keterbatasan-keterbatasan aspek daya dukung lingkungan alam serta binaan social tersebut. Proses tersebut adalah suatu usaha dalam merealisasikan konsep pengembangan pariwisata alam yang berwawasan lingkungan sebagai suatu bahan pemikiran dalam menyerasikan pembangunan pariwisata dan konservasi sumberdaya alam yang akan semakin kompleks di masa yang akan datang. Dalam pemberian hak pengusahaan pariwisata alam untuk mengembangkan kegiatan di zona pemanfaatan perlu dilakukan pengendalian dalam rangka pengamanan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Hal tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan dari perencanaan sampai ke taraf pelaksanaan termasuk kewajiban menyusun Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam. Pembangunan sarana dan prasarana dilakukan dengan pertimbangan adaptasi lingkungan (back to nature), pengendalian melalui analisis dampak lingkungan, pengaturan pengunjung dengan memperhatikan daya dukung kawasan maupun daya dukung sarana dan prasarana.
  •  memberdayakan masyarakat setempat; Salah satu peluang bagi masyarakat disekitar suatu objek wisata alam adalah kesempatan bekerja pada objek wisata baik sebagai tenaga staf maupun sebagai tenaga buruh kerja. Dikembangkannya suatu objek wisata akan member dampak positif bagi kehidupan perekonomian masyarakat yaitu membuka kesempatan berusaha seperti usaha penyediaan makanan, minuman dan usaha transportasi baik tradisional maupun konvensional. Dengan terbukanya berbagai kesempatan usaha tersebut diharapkan terjadi interaksi positif antara masyarakat dan objek wisata alam, selanjutnya akan menimbulkan rasa ikut memiliki, dan pada gilirannya akan terwujud dalam partisipasi baik langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pariwisata misalnya pengamanan kawasan, ketertiban dan kebersihan kawasan, penyediaan sarana dan prasarana, termasuk kebutuhan akomodasi (homestay). Akhirnya, dapat dikatakan bahwa dengan pengelolaan objek wisata alam secara professional memungkinkan berkembangnya kegiatan pengusahaan pariwisata alam yang memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.
  • menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan; Dalam meningkatkan jaringan kerjasama, secara umum unsur-unsur pokok kelembagaan dalam pariwisata adalah institusi pemerintah, masyarakat dan LSM, industry/bisnis, institusi pendidikan , dan media massa. Institusi pemerintah berfungsi sebagai fasilitator untuk menyusun kebijakan dan regulasi pengembangan pariwisata yang akan diisi dengan program-program kegiatan oleh unsur kelembagaan yang lain. Masyarakat dan LSM berfungsi sebagai actor yang menyediakan jasa melalui berbagai atraksi wisata. Industry atau kalangan pebisnis berfungsi sebagai actor yang menyelenggarakan aktivitas wisata, package (pemaketan) dan pemasaran produk wisata. Adapun institusi pendidikan dan pelatihan berfungsi sebagai unsur yang menyiapkan sumberdaya manusia yang sesuai dengan tuntutan industry pariwisata. Sedangkan media massa berfungsi sebagai promoter sekaligus disseminator informasi produk wisata. Dengan demikian, masing-masing sector merencanakan dan mengembangkan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, dalam kerangka pengembangan pariwisata. Pada akhirnya, ada keterpaduan seluruh pihak yang berperan serta akan mendapatkan keuntungan dan manfaat sesuai dengan investasinya tersebut.
  • mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata; Baik pemandu wisata maupun wisatawan berperan penting dalam menegakkan aturan main agar tidak terjadi kesenjangan serta tamunya mengenal dan menghormati adat istiadat setempat. Wisman perlu diajari menjadi tamu yang baik. Ekstremnya, masyarakat berhak mengusir tamu dari rombongan, jika kedapatan melakukan pelanggaran berat.
  • memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Pengembangan pariwisata dijalankan berdasarkan sasaran idiil dalam GBHN yakni memupuk rasa cinta tanah air, menanamkan jiwa, semangat, nilai-nilai luhur bangsa, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional bangsa. Sehingga pariwisata dapat menggalang kebersamaan antara berbagai pihak dalam menciptakan kesatuan negara dengan menempatkan pengembangan sumberdaya manusia di prioritas atas dalam pembangunan kepariwisataan.

Aktivitas Pariwisata

Menurut Spillane, kegiatan pariwisata dapat menjadi besar disebabkan tiga hal:

  • Penampilan yang eksotis dari pariwisata
  • Adanya keinginan dan kebutuhan orang modern yang disebut hiburan waktu senggang,dan 
  • Memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa dari negara yang dijadikan daerah tujuan turisme.

Dapat dikatakan bahwa pariwisata adalah aktivitas yang dilibatkan oleh orang-orang yang melakukan perjalanan. Memang, sebagian besar aktivitas pariwisata berhubungan dengan mobilitas, dengan istilah kepariwisataannya disebut tur, yaitu suatu kegiatan perjalanan yang mempunyai ciri-ciri tersendiri yang memberi warna wisata, bersifat santai, gembira, bahagia, dan untuk bersenang-senang. 

Berdasarkan aktivitasnya, penyelenggaraan pariwisata harus memenuhi tiga determinan yang menjadi syarat mutlak, yaitu: 

  1. Harus ada komplementaritas antara motif wisata dan atraksi wisata
  2. Komplementaritas antara kebutuhan wisatawan dan jasa pelayanan wisata;
  3. Transferbilitas, artinya kemudahan untuk berpindah tempat atau bepergian dari tempat tinggal wisatawan ke tempat atraksi wisata.

Dipertegas oleh Witt dan Motinho, sistem pariwisata menunjukkan bahwa pariwisata berada di dalam lingkungan fisik, teknologi, sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Sistem ini melibatkan dua tipe area, yaitu area yang menghasilkan dan area yang menerima. Bagian dari area yang menghasilkan terdiri dari pelayanan tiket, operator tur, dan agen perjalanan, ditambah dengan pemasaran dan kegiatan promosi dari persaingan kawasan tujuan. Saluran tranportasi dan komunikasi yang menghubungkan bagian dari sistem pariwisata melalui tranportasi udara, darat, dan air yang membawa turis ke/dan/dari adalah ketiga bagian tersebut. Sedangkan area penerima menyediakan fungsi akomodasi, catering, minuman, industri hiburan, obyek dan atraksi wisata, tempat pembelanjaan, dan pelayanan wisata. Atas penegasan tersebut, jelas bahwa produk pariwisata meliputi keseluruhan pelayanan yang diperoleh, dirasakan, atau dinikmati wisatawan, semenjak ia meninggalkan rumah di mana biasanya ia tinggal, sampai ke daerah tujuan wisata yang telah dipilihnya, dan kembali ke rumahnya.

Komponen dan Prasarana Pariwisata

Komponen Pariwisata meliputi :

A.   Objek dan Daya Tarik Wisata

1.   Objek wisata adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, seperti pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba dan tumbuhan hutan tropis dan hewan-hewan langka.

2.   Karya manusia seperti museum, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro dan wisata tirta (termasuk wisata bahari di dalamnya).

3.   Sasaran wisata minat khusus seperti berburu, mendaki gunung, industri dan kerajinan, sungai air deras dan lain-lain.

 

B.    Promosi dan Pemasaran Pariwisata

Promosi wisata merupakan satu rancangan untuk memperkenalkan atraksi yang ditawarkan dan cara bagaimana atraksi dapat dikunjungi. Promosi dapat dilakukan melalui pengiriman dan wisata atau mengadakan pameran wisata.

 

C.    Pasar Wisata (masyarakat pengirim wisatawan)

Informasi mengenai trend perilaku, keinginan, kebutuhan, asal, motivasi dan sebagainya dan wisatawan perlu dikumpulkan dari pengunjung yang berlibur. Hal ini diperlukan untuk menetapkan kebijakan di bidang Pariwisata sehingga dapat memotivasi untuk melakukan Perjalanan wisata.

 

D.   Sarana dan Prasarana Pariwisata

Pengembangan industri pariwisata membutuhkan sarana dan prasarana pariwisata yang mempunyai kaitan dan hubungan yang sangat luas dan dapat menggerakkan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian suatu daerah. Sarana dan prasarana pariwisata dapat menentukan jumlah dan lama tinggal wisatawan, besar pengeluaran wisatawan dalam kawasan wisata. Sarana kepariwisataan dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu :

1.    Sarana Pokok

Sarana pokok berupa perusahaan-perusahan yang usahanya sangat tergantung kepada lalu lintas wisatawan dan perjalanan lainnya. Sarana tersebut menyediakan fasilitas pokok untuk memberikan pelayanan. Penyedia fasilitas pokok ini dibagi dua kelompok. Kelompok pertama adalah perusahaan yang kegiatannya merencanakan perjalanan wisatawan, misalnya: biro perjalanan, perusahaan transportasi dan penyelenggara perjalanan lainnya. Kelompok kedua berfungsi memberikan pelayanan di daerah tujuan wisata, misalnya: hotel, losmen, restoran dan lain-lain.

 

2.   Sarana Pelengkap

Sarana pelengkap meliputi fasilitas yang dapat melengkapi sarana pokok sedemikian rupa sehingga wisatawan lebih lama tinggal di tempat yang dikunjunginya. Sarana ini berupa fasilitas yang ada hubungannya dengan rekreasi dan olahraga, misalnya : lapangan golf, lapangan teknis, berburu dan sebagainya.

 

3.     Sarana Penunjang

Sarana penunjang ini berfungsi agar wisatawan lebih banyak membelanjakan uangnya, misalnya: klub malam, kasino, opera dan lain-lain. Sarana ini tidak mutlak pengadaanya karena tidak semua wisatawan senang dengan kegiatan ini.

 

Prasarana Pariwisata yang meliputi fasilitas yang memungkinkan perekonomian dapat berjalan lancar, sehingga memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Fungsi prasarana pariwisata adalah melengkapi sarana pariwisata. terdiri dari :

 

a.    Prasarana Umum

Prasarana ini menyangkut kebutuhan umum bagi kelancaran perekonomian, yaitu penyediaan air bersih, pembangkit tenaga listrik, jaringan jalan raya, pelabuhan udara, terminal dan telekomunikasi.

 

b.    Kebutuhan Masyarakat Umum

Prasarana ini meliputi rumah sakit, apotik, bank, kantor pos, kantor polisi dan kantor pemerintah

Pariwisata

Pariwisata

  • Menurut Robert McIntosh, Pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya.

  • Menurut Richard Sihite dalam Marpaung dan Bahar, Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. 

  • Menurut H.Kodhyat Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. 

  • Menurut J.Spillane, Pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah dan lain-lain.

  • Menurut Salah Wahab, Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang komplek, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata, penginapan dan transportasi.

 

 

Industri Pariwisata

  • Menurut UU No 9 / 1990 tentang kepariwisataan pasal 1 (5), Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha barang pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.

  • Industri pariwisata adalah suatu susunan organisasi, baik pemerintah maupun swasta, yang terkait dalam pengembangan produksi din pemasaran produk suatu layanan untuk memenuhi kebutuhan dari oramg yang sedang bepergian (pelancong). 

  • Menurut Yoeti, Industri pariwisata adalah kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam perjalannnya. 

  • Menurut Damardjati, Industri pariwisata adalah rangkuman dari berbagai macam yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk/jasa-jasa/layanan-layanan atau services, yang nantinya baik secara langsung ataupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama perjalanannya. 

  • Industri pariwista adalah kumpulan dari bermacam-macam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa yang dibutuhkan oleh wisatawan maupun traveller selama dalam perjalanannya.

 Prinsip Dasar Pariwisata : 

  • Produk wisata harus memenuhi selera dan keinginan wisatawan. 

  • Wisatawan tergolong dalam kelompok-kelompok tertentu atau tipe-tipe segmen tertentu. 

  •  Keunikan daerah perlu ditonjolkan agar ciri khas daerah dapat dipasarkan.

 

Wisatawan

 

  • Wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan ke tempat yang lain dari tempat tinggalnya dan melakukan persinggahan sementara untuk jangka waktu lebih dari 24 jam di tempat yang ditujunya, guna memenuhi

  • Wisatawan adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi

Pembekuan Ikan

Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah (cold storage). Pembekuan itu sendiri bukanlah sebuah cara pengawetan. Pembekuan ikan haras dilakukan menurut garis-garis tertentu, sebab jika tidak dilakukan dengan semestinya, pembekuan justru merusak ikan. Baik pembekuan maupun penyimpanan berikutnya mempunyai banyak aspek yang haras diperhatikan. Selama pembekuan, banyak sekali perubahan yang terjadi, baik perubahan fisik, kimia maupun biologi, yang menyebabkan kerusakan ikan.

 

I.   Prinsip Pembekuan Ikan

Seperti pendinginan, pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan. Pembekuan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu jauh di bawah titik beku ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada waktu ikan beku dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti sebelum dibekukan. Ikan-ikan yang dibekukan untuk dikonsumsi mentah (sashimi)mutlak memerlukan terpeliharanya sifat-sifat ikan segar yang dibekukan, agar ikan beku yang dilelehkan tidak dapat dibedakan dari ikan segar.

Keadaan beku menyebabkan bakteri dan enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan. Pada suhu -12°C, kegiatan bakteri telah dapat dihentikan, tetapi proses-proses kimia enzimatis masih teras berjalan.

Kematian bakteri dalam keadaan beku disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.

a.       Sebagian besar air di dalam tubuh ikan telah berubah menjadi es dan persediaan cairan menjadi sangat terbatas. Dengan demikian, bakteri akan mengalami kesulitan untuk menyerap makanan, sehingga hidupnya terganggu karena bakteri hanya dapat menyerap makanan dalam bentuk larutan.

b.       Cairan di dalam sel bakteri yang ikut membeku mendesak dan memecah dinding sel, sehingga menyebabkan kematian bakteri.

c.        Suhu rendah itu sendiri membuat bakteri tidak tahan dan mati.

 

1.1..   Proses Pembekuan

Tubuh ikan sebagian besar (60%-80%) terdiri atas cairan yang terdapat di dalam sel, jaringan, dan ruangan-ruangan antar-sel. Cairan itu berupa larutan koloid encer yang mengandung berbagai macam garam (terutama kalium fosfat dasar) dan protein. Sebagian besar dari cairan itu (±67%) berupa free waterdan selebihnya (±5%) berupa bound water. Bound wa­ter adalah air yang terikat kuat secara kimia dengan substansi lain dari tubuh ikan.

Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan itu menjadi es. Ikan mulai membeku pada suhu antara -0,6°C sampai -2°C, atau rata-rata pada -1°C. Yang mula-mula membeku adalah free water, kemudian disusul oleh bound water. Pembekuan dimulai dari bagian luar, dan bagian tengah mem­beku paling akhir.

Pada prakteknya sangat sulit untuk membekukan seluruh cairan di dalam tubuh ikan, karena sebagian cairan itu (bound water) mempunyai titik beku yang sangat rendah dan sulit dicapai dalam kondisi komersial (hanya dapat dilakukan di tingkat laboratorium). Suhu di mana cairan itu membeku seluruh-nya disebut eutecticpoint, terletak antara -55°C dan – 65°C. Pada umumnya pembekuan sampai -12°C atau -30°C dianggap telah cukup, tergantung pada jangka waktu penyimpanan yang direncanakan.

Berbeda dengan ikan segar, ikan beku sangat getas (mudah pecah), dan oleh sebab itu ia harus ditangani dengan hati-hati.

Jika akan digunakan, ikan beku dicairkan lebih dahulu. Dalam proses pencairan itu kristal-kristal es di dalam daging mencair dan diserap kembali oleh daging. Sebagian kecil dari cairan itu tidak diserap kembali. Cairan ini menetes atau mengalir keluar dari tubuh ikan dan disebut istilah drip. Timbulnya drip ini merupakan kerugian dari pembekuan, karena ia mengandung banyak zat yang menimbulkan kelezatan (rasa khas) ikan-ikan dan zat-zat lain yang sangat berguna.

 

1.2.    Perubahan Suhu Selama Pembekuan

Pembekuan membutuhkan pengeluaran panas dari tubuh ikan. Prosesnya, sebagaimana terlihat pada kurva di bavvah ini, terbagi atas tiga tahapan sebagai berikut.

a.      Pada tahapan pertama suhu menurun dengan cepat hingga saat tercapainya titik beku.

         b.      Kemudian, pada tahapan kedua suhu turun perlahan-lahan karena dua hal:

1)     penarikan panas dari ikan bukan berakibat pada penurunan suhu, melainkan berakibat pada pembekuan air di dalam tubuh ikan;

2)     terbentuknya es pada bagian luar dari ikan merupakan penghambat bagi proses pendinginan dari bagian-bagian di dalamnya.

c.      Pada tahapan ketiga, jika kira-kira ¾  bagian dari kandungan air sudah beku, penurunan suhu berjalan cepat kembali.

 

Pembekuan menyebabkan protein berubah beberapa fungsinya. Karena dalam perubahan ini protein kehilangan sifat alaminya (nature), maka perubahan ini diberi nama denaturasi protein. Denaturasi tergantung pada suhu; jika suhu turun, denaturasi berjalan lambat. Denaturasi juga tergantung pada konsentrasi enzim dan komponen-komponen lain. Ketika ikan membeku, konsentrasi enzim dan komponen-komponen di dalam air yang belum membeku makin meningkat. Peningkatan konsentrasi ini mempercepat denaturasi. Jadi ada dua faktor yang mempengaruhi kecepatan denaturasi protein, dan keduanya bekerja saling berlawanan jika suhu ikan diturunkan (yang satu makin lemah, yang lain makin kuat pengaruhnya). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas denaturasi yang terbesar terjadi pada kisaran suhu -10C dan -2°C.

Pembekuan lambat berarti waktu yang dilewati untuk berada pada kisar­an tersebut di atas lebih panjang, dan sekarang, hal ini diyakini sebagai faktor terpenting yang membedakan pembekuan cepat dan pembekuan lambat.

1.3.   Pembekuan Cepat

Belum ada definisi tentang pembekuan cepat yang dapat diterima semua pihak. Sangat langka orang (sekalipun ahli pencicip) yang dapat membedakan ikan segar dengan ikan yang dibekukan antara 1 jam dan 8 jam. Tetapi jika pembekuan itu mulai lebih dari 12 jam, perbedaannya menjadi nyata. Pem­bekuan yang makan waktu 24 jam atau lebih yang dilakukan dengan freezer yang dirancang atau dioperasikan dengan buruk, pasti menghasilkan ikan beku bermutu rendah. Pembekuan yang berkepanjangan, misalnya pembekuan yang dilakukan dengan menimbun ikan di dalam cold storage, dapat menyebabkan ikan membusuk oleh kegiatan bakteri sebelum bagian tengah tumpukan ikan mencapai suhu yang cukup rendah.

Karena suhu sedikit di bawah 0°C merupakan daerah kritis bagi denatu­rasi protein, Inggris pernah mendefinisikan pembekuan cepat sebagai penurun­an suhu ikan dari 0°C ke -5°C dalam waktu 2 jam atau kurang. Selanjutnya ikan harus didinginkan lebih lanjut hingga mencapai suhu penyimpanan -30°C. Dalam praktek, syarat terakhir tadi dapat dipenuhi jika suhu bagian tengah ikan mencapai -20°C pada akhir pembekuan. Jika suhu ini dicapai, maka bagian ikan yang paling dingin sudah sangat dekat dengan -30°C. Ini merupakan definisi yang terlalu bertele-tele, dan mungkin terlalu berlebihan dari yang benar-benar diperlukan untuk menghasilkan produk ikan beku yang baik.

Definisi yang lebih banyak diterima tidak menyebutkan lama pembekuan atau kecepatan pembekuan, tetapi semata-semata menyebutkan bahwa ikan harus dibekukan secepatnya dan diturunkan suhunya di dalam freezer hingga mencapai suhu penyimpanan.

Anjuran agar ikan diturunkan suhunya hingga mencapai suhu cold stor­age adalah sangat penting dan harus disertakan dalam tata cara pembekuan cepat. Dua syarat pokok pembekuan adalah:

a.      pembekuan dengan cepat;

b.      penurunan suhu hingga mencapai suhu cold storage:

Kedua syarat ini harus berjalan bersamaan karena freezer yang dapat membekukan dengan cepat tentu bekerja pada suhu yang cukup rendah yang memungkinkan ikan diturunkan suhunya lebih lanjut hingga mencapai suhu penyimpanan.

Beberapa tata cara dan anjuran dalam pembekuan ikan menetapkan kecepatan pembekuan berdasarkan tebal ikan per satuan waktu. Namun, pembekuan selalu lebih cepat pada permukaan ikan yang bersinggungan langsung dengan medium pendingin, dan lebih lambat pada bagian tengah. Oleh karena itu, kecepatan pembekuan merupakan rata-rata yang tidak menunjukkan apa yang benar-benar terjadi. Kecepatan pembekuan rata-rata berkisar antara 2 mm/jam dan 1000 mm/jam seperti pada Tabel berikut ini:

Tabel. Kecepatan Pembekuan Ikan

2 mm/jam

Di dalam bulk air-blast freezer yang lambat

5-30 mm/jam

Di dalam tunnel air-blast freezer, atau plate freezer

50-100 mm/jam

Pembekuan cepat pada produk-produk kecil

100-1000 mm/jam

Pembekuan ultra cepat dengan cairan nitrogen atau karbon dioksida

Satu pengecualian dalam tata cara pembekuan cepat perlu disebutkan di sini. Ikan tuna beku yang pada akhirnya akan dimakan dalam keadaan mentah sebagai makanan Jepang (sashimi), memerlukan suhu pembekuan yang lebih rendah daripada produk-produk lain. Kapal penangkap Jepang yang menangkap ikan tuna untuk sashimi dilengkapi dengan freezer yang beroperasi pada suhu -50°C hingga -60°C. Tuna merupakan ikan yang besar, dan jika dibekukan dalam keadaan utuh dengan merendamnya di dalam air garam -12°C hingga -15°C memerlukan waktu 3 hari untuk membeku. Air-blast freezing pada suhu yang sangat rendah kini menggantikan pembekuan dengan air garam, dan dapat membekukan ikan tuna utuh selama 24 jam atau kurang. Penggunaan suhu yang luar biasa rendahnya (-50°C hingga -60°C) ini me­merlukan rancangan khusus untuk mencegah struktur logam dalam kapal menjadi mudah retak pada suhu yang rendah.

Pembekuan tuna untuk sashimi merupakan teknik khusus, dan bukan merupakan tata cara yang umum dipakai untuk produk-produk perikanan yang lain.

 

II.  Alat Pembeku Ikan

Alat yang digunakan untuk membekukan ikan disebut freezer. Freezer atau alat pendingin pada umumnya bekerja dengan menyerap panas dari produk yang didinginkan, dan memindahkan panas itu ke tempat lain dengan perantaraan bahan pendingin (refrigerant), misalnya amoniak dan Freon. Jika bahan pendingin dimasukkan ke dalam suatu ruang tertutup yang diatur titik-didihnya (dengan menurunkan tekanannya), ia akan menguap sambil menyerap sangat banyak panas dari ruangah tersebut, sehingga ruangan itu menjadi dingin. Di dalam freezer, proses pendinginan itu dikendalikan dengan peralatan-peralatan mekanis sehingga pendinginan berjalan dengan efektif dan efisien. Bahan pendingin cair dari tangki penampung dimasukkan ke dalam evapo­rator melalui sebuah katup ekspansi.

Berdasarkan alat yang dipakai, cara pembekuan dibagi menjadi lima golongan sebagai berikut.

CARA PEMBEKUAN

NAMA ALAT PEMBEKU

Meletakkan ikan di atas rak yang terbuat dari pipa-pipa dingin

Sharp freezer

Menjepitkan ikan di antara pelat-pelat dingin

Multi-plate freezer (Contact-plate freezer)

Meniupkan udara dingin secara kontinyu kc arah ikan

Air-blast freezer  

Mencelupkan ikan ke dalam cairan dingin

Immersion freezer

Menyemprot ikan dengan cairan dingin

Spray freezer

Pembekuan dapat dilakukan secara batch atau secara bersinambung (kontinyu) tergantung pada rancangannya.

 

 

 

 

III.   Penanganan Ikan Untuk Dibekukan

 

Pembekuan dan cold storage tidak dapat menaikkan mutu ikan. Cara ini, meskipun dengan teknik yang terbaik, hanya dapat mempertahankan mutu ikan dalam kondisi seperti waktu mulai dimasukkan ke dalam alat pembeku. Karena itu adalah sangat penting untuk memilih ikan yang sesegar mungkin untuk dibekukan. Di kapal ikan, pembekuan harus dilakukan secepat mungkin setelah ikan naik ke atas dek, ikan jangan sampai dibiarkan menunggu sesuatu yang tidak perlu. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa membekukan ikan yang belum mengalami rigor mortis akan menyebabkan ikan itu rusak.

3.1.   Bentuk-bentuk Ikan yang Dibekukan

Cara mempersiapkan ikan untuk dibekukan tergantung pada bentuk apa yang dikehendaki dengan pembekuan itu. Hal ini ditentukan berdasarkan situasi pemasarannya. Ikan dapat dibekukan dalam bentuk blok di dalam kantong-kantong plastik ataupun secara individual, sedangkan ikannya sendiri dapat disiapkan dalam bentuk:

1.      whole(utuh);

2.      gill dan gutted(dibuang insang dan isi perutnya);

3.      fillet, steak, stick, loin,dan sebagainya.

Selain itu, ikan dapat dibekukan dalam bentuk:

1.        individual (tunggal, satu ekor atau satu potong daging), dan

2.        blok (beberapa ekor atau beberapa potong ikan menjadi satu blok).

Bentuk blok dapat dibuat dengan menyusun ikan yang akan dibekukan di dalam pan dari logam (aluminium, baja berlapis seng, stainless steel) atau kotak-kotak karton, kemudian diisi air seperlunya atau tanpa diisi air.

Selain itu, dengan menggunakan vertical-platefreezer atau rotary-plate freezer bentuk blok itu dapat dibuat langsung dengan block mould-nya.

Pembekuan melibatkan berbagai macam spesies ikan, proses, cara penyajian dan pengepakan. Karena itu maka berbagai macam produk beku dapat ditemukan di pasar. Namun demikian, produk-produk itu dapat dikelompokkan menjadi dua: produk untuk dikonsumsi langsung, dan produk untuk diproses lebih lanjut.

 

a.   Produk untuk konsumsi langsung

Ikan beku tunggal (IQF, individually quick frozen) adalah ikan yang dibekukan dalam satuan (porsi) tunggal, dan tidak perlu dilelehkan untuk memisahkannya dari satuan yang lain untuk dimasak. Contohnya: fillet ikan dan udang IQF.

Kebutuhan produk IQF meningkat dengan ketersediaan freezer bersuhu rendah di tempat-tempat katering dan di dalam rumah tangga. Pembekuan dalam bentuk IQF memungkinkan pembelian dalam jumlah banyak, dan mengambil hanya sejumlah yang diperlukan untuk segera dimasak.

Produk-produk lain seperti kemasan kecil, karton, blok ikan dan porsi ikan, diproduksi juga untuk konsumsi langsung tanpa pemrosesan ulang. Kon-sumen membeli produk ini dari pengecer masih dalam keadaan beku, kemudian langsung memasaknya dalam keadaan beku, atau terlebih dulu melelehkannya. Pada kasus terakhir ini, konsumen tidak perlu memiliki kulkas atau freezer.

Pengembangan produk beku untuk konsumsi langsung mungkin belum sesuai dilakukan di beberapa negara berkembang. Produk ini memerlukan jaringan distribusi yang melibatkan sarana pendingin untuk pengangkutan dan penyimpanan. Jaringan ini disebut cold chain, yang mungkin masih sulit untuk disediakan di negara-negara berkembang.

 

b.   Produk untuk diolah lebih lanjut

Produk jenis ini dapat diproduksi untuk dua macam keperluan, yakni sebagai berikut.

1)       Produk dibekukan dalam bentuk/ukuran besar, kemudian setelah disimpan dan dilelehkan, kembali digunakan dalam berbagai cara seperti ikan yang baru ditangkap.

2)       Produk dibekukan dalam bentuk/ukuran besar, kemudian setelah disim­pan, ikan diproses lebih lanjut tanpa dilelehkan terlebih dahulu, sehingga dapat disajikan dalam kemasan eceran.

Ada produk yang dibekukan dalam ukuran besar tanpa diproses, misalnya ikan yang dibekukan dalam bentuk blok dengan contact freezer. Berat blok ikan dapat mencapai 50 kg, biasanya dilapis dengan glaze (air, es) atau dibungkus setelah pembekuan, dan disimpan di dalam cold storage sebelum diproses lebih lanjut.

Dalam beberapa kasus, ikan dibekukan dalam ukuran besar, disimpan dan akhirnya dilelehkan di tempat yang sama. Ini biasa terjadi jika musim ikan pendek, dan ikan perlu diawet untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama. Ikan beku berukuran besar dapat juga didistribusikan dalam keadaan beku. untuk memungkinkan ikan dijual ke pasar yang lebih besar atau diekspor. Dalam hal ini terdapat kebutuhan tambahan berupa sarana pengangkutan dan penyimpanan ikan beku.

Ikan yang akan dibekukan dalam ukuran besar ada yang terlebih dahulu diproses; hanya daging tanpa tulang dan kulit yang dibekukan, misalnya dalam bentuk fillet. Blok fillet beku biasanya dibekukan dengan horizontal plate freezer di dalam kotak karton khusus dan menggunakan kerangka logam seperti tampak pada gambar 1.3. Perhatian khusus diberikan untuk tidak meninggalkan rongga udara di dalam blok, dan untuk itu diperlukan teknik khusus dan pekerja yang terlatih. Setelah pembekuan, blok disimpan, dan kelak blok itu dipotong-potong menjadi porsi-porsi kecil.

Porsi-porsi ikan kemudian dikemas dan dijual dalam bentuk ini, atau ditutup dengan adonan tepung atau remah roti. Porsi ikan yang dilapis itu harus dikembalikan ke dalam freezer untuk diperkeras, sebelum dipak dan disimpan lebih lanjut.

 

 

 

 

3.2.   Pencucian dan Cara Mengurangi Drip

Mencuci ikan harus menggunakan air bersih, sedapat mungkin dengan air yang mengalir (air leding, air yang dipompakan). Penggunaan desinfektan di dalam air pencuci sangat diutamakan. Pencucian harus dilakukan seintensif mungkin sehingga memenuhi persyaratan-persyaratan teknologi dan hy­giene.

Untuk membantu mengurangi jumlah drip dalam pelelehan (thawing) nantinya, ikan dapat dicelupkan di dalam larutan zat-zat tertentu, misalnya :

a.      Larutan garam dapur 6%, selama 10-20 detik.

b.      Larutan poli-fosfat (natrium pirofosfat, natrium tripolifosfat) dalam 10%-12,5%, selama 1 -2 menit. Sesudah dicelup, ikan ditiriskan sebelum dibekukan.

 

3.3.   Pendinginan Selama Proses Persiapan

Dalam setiap proses dari persiapan pembekuan, terutama bila ikan harus menunggu lama sebelum dibekukan, ikan harus didinginkan dengan berbagai cara misalnya dengan es. Pendinginan ini perlu untuk menghambat pembusukan dan menjaga agar ikan dalam keadaan baik waktu mulai dibekukan.

3.4.   Precooling

Sebelum dibekukan, biasanya ikan didinginkan terlebih dahulu hingga mencapai suhu yang mendekati titik beku. Hal ini perlu untuk mengurangi beban dari freezer dan mempercepat waktu pembekuan. Precooling dapat dilakukan dengan es atau di dalam ruangan khusus yang disebut precooling room. Ikan tidak boleh mengalami pembekuan selama precooling. Suhu udara yang disarankan untuk precooling adalah tidak lebih rendah dari -4°C .

 

IV.  Waktu Pembekuan

Waktu pembekuan adalah waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu produk dari suhu awal hingga mencapai suhu tertentu pada bagian tengah produk. Kebanyakan tata cara pembekuan menetapkan bahwa rata-rata atau keseimbangan suhu ikan, setara dengan suhu penyimpanan di dalam cold storage. Oleh karena itu suhu final bagian tengah ikan harus dipilih sebagai acuan dalam menetapkan agar rata-rata suhu ikan sama dengan suhu penyimpanan.

Faktor-faktor berikut menentukan koelisien transfer panas keseluruhan, dan dengan demikian, juga waktu pembekuan.

1.       Jenis freezer: Jenis freezer sangat mempengaruhi waktu pembekuan. Umpamanya, karena pemindahan panas yang lebih baik, produk akan membeku lebih cepat di dalam freezer air garam daripada di dalam air blast freezer pada suhu kerja yang sama.

2.       Suhu kerja: Makin rendah suhu freezer, makin cepat ikan membeku. Tetapi biaya pembekuan meningkat jika suhu kerja freezer diturunkan. Dalam praktek, freezer dirancang untuk bekerja pada suhu beberapa derajat di bawah suhu cold storage. Misalnya, jika suhu cold storage -30°C, maka plate freezer umumnya bekerja pada -40°C dan air blast freezer pada -35°C.

3.       Kecepatan udara di dalam air blast freezer: Hubungan antara kecepatan udara dan waktu pembekuan ditunjukkan pada gambar itu menunjukkan bahwa waktu pembekuan berkurang jika kecepatan udara ditingkatkan. Namun ini agak rumil dan tergantung pada banyak faktor. Jika hambatan pemindahan panas oleh lapisan udara diam itu penting, peningkatan kecepatan udara akan sangat nyata memperpendek waktu pembekuan. Apabila ukuran pengepaknya besar dan hambatan dari ikan sendiri merupakan faktor penting, maka perubahan kecepatan udara akan kurang berpengaruh. Suhu udara, berat jenis udara, kelem-baban udara, dan turbulensi udara adalah faktor lain yang harus diperhi-tungkanjika pengaruh kondisi udara terhadap waktu pembekuan diper-masalahkan. Beberapa faktor tadi pengaruhnya mungkin hanya sangat kecil.

4.        Suhu produk sebelum pembekuan: Makin rendah suhu produk, makin pendek waktu pembekuan. Oleh karena itu ikan harus didinginkan se­belum pembekuan; di samping untuk mempertahankan mutu, juga untuk mengurangi waktu pembekuan dan beban pendinginan. Misalnya, ikan tuna tunggal berdiameter 150 mm akan beku di dalam air blast freezer dalam waktu 7 jam jika suhu awalnya 35°C, tetapi hanya perlu 5 jam jika suhu awalnya 5°C. Oleh karena itu suhu awal harus disebut ketika menyatakan waktu pembekuan.

5.        Tebal produk: Makin tebal produk makin panjang waktu pembekuan. Untuk produk yang tebalnya kurang dari 50 mm, bila tebalnya dilipat-duakan, waktu pembekuannya akan lebih dari dua kali. Melipat-duakan tebal ikan dari 100 mm. waktu pembekuannya akan berlipat empat kali.

6.  Bentuk produk: Di dalam freezer yang diraneang untuk membekukan ikan tunggal, ikan berpenampang bulat akan membeku dalam V waktu yang dibutuhkan oleh ikan pipih dengan tebal yang sama. Oleh karena itu. bentuk ikan atau pengepak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap waktu pembekuan.

7.        Luas permukaan persinggungan dan kepadatan produk: Di dalam plate freezer, persinggungan yang buruk antara produk dengan pelat pembeku akan meningkatkan waktu pembekuan. Buruknya kontak itu terjadi karena adanya es di permukaan pelat, pak-pak yang tidak seragam tebalnya, pak yang tidak terisi penuh, atau rongga udara pada permukaan blok. Rongga udara di permukaan blok umumnya disertai juga dengan rongga di dalam blok, yang juga menghambat transfer panas. Hubungan antara waktu, kepadatan dan luas bidang persinggungan untukn blok 100 mm ikan tak berlemak ditunjukkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Pengaruh kepadatan blok dan luas bidang kontak terhadap waktu pembekuan ikan tidak berlemak

KEPADATAN BLOK

LUAS BIDANG PERSINGGUNGAN

WAKTU PEMBEKUAN

800 kg/m2

48%

3  jam

780 kg/m2

45%

3 jam

650 kg/m2

29%

3,8 jam

650 kg/m2

21%

4 jam

8.       Pengepakan produk: Cara pengepakan, jenis dan tebal bahan pengepak, dapat berpengaruh besar terhadap waktu pembekuan. Udara yang terperangkap di ar.tara produk dan pembungkus sering menjadi peng-hambat pemindahan panas yang lebih besar daripada bahan pembungkus itu sendiri. Ikan asap di dalam kotak kayu bertutup perlu waktu 1 5 jam untuk beku di dalam air blast freezer. Ikan asap di dalam kotak alumini­um berbentuk dan berukuran sama serta bertutup, perlu waktu 12 jam, tetapi jika tutup dibuka dari kotak kayu, waktunya hanya 8 jam karena tidak ada udara yang terperangkap.

9.       Jenis ikan:Makin tinggi kandungan minyak ikan, makin rendah kan-dungan airnya. Sebagian besar panas yang dikeluarkan dari ikan dalam pembekuan adalah untuk mengubah air menjadi es. Oleh karena itu, jika airnya makin sedikit, makin sedikit pula panas yang harus diambil untuk membekukan ikan. Karena kandungan minyak ikan berubah-ubah me-nurutmusim, akan lebihamanjikabeban panas diperhitungkan pada wak­tu kandungan minyak ikan paling kecil.

 

V.  Penanganan Ikan Setelah Pembekuan

Segera setelah dikeluarkan dari freezer, ikan harus segera dilapis es (glaze) atau dibungkus kecuali jika sudah dipak sebelum pembekuan, dan secepatnya dipindahkan ke dalam cold storage. Jika diketahui bahwa penyim­panan hanya akan berlangsung pendek, glazing dan pembungkusan mungkin tidak diperlukan. Blok ikan cod utuh yang dibekukan di laut, misalnya, selalu disimpan tanpa pembungkus dan tanpa selimut es, tetapi ini kemudian diberikan bila sudah didaratkan sebelum dimasukkan ke dalam cold storage untuk penyimpanan jangka panjang. Namun demikian, walaupun hanya sebentar, ikan tanpa pembungkus atau selimut es dapat mengalami dehidrasi yang cukup berarti di dalam cold storage yang dirancang atau dioperasikan dengan buruk.

5.1.   Glazing

Memberi selimut es (glaze) kepada ikan beku dengan cara menyem-protkan air, menyapukan air atau mencelupkan ikan ke dalam air, banyak dipakai untuk melindungi produk dari pengaruh dehidrasi dan oksidasi. Lapisan es itulah yang akan menyublim di dalam cold storage, dan bukan ikan. Selimut es itu juga menjauhkan permukaan ikan dari udara sehingga oksidasi dapat dikurangi. Panas yang masuk dalam poses glazing dapat sangat banyak, dan ikan mungkin perlu dimasukkan kembali ke dalam freezer sebelum disimpan di dalam cold storage.

Untuk membentuk selimut yang menyeluruh dan merata, proses glazing perlu pengendalian yang baik. Jumlah selimut es tergantung pada faktor waktu glazing, bentuk produk, suhu ikan, suhu air, dan ukuran produk

Glazing dengan mencelupkan ikan ke dalam bejana berisi air tidak di-anjurkan. Suhu awal air mungkin tinggi, tetapi secara berangsur akan turun selama glazing berlangsung, dan tebal lapisan es dengan sendirinya tidak seragam. Selimut es pada fillet IQF bervariasi 2%-14% dengan cara ini meskipun waktu pencelupannya dibuat konstan. Dalam praktek waktu pence-lupan itu tidak dapat konstan, dan merupakan variabel lain yang menyebabkan ketidak-seragaman selimut es. Selain itu, air dapat tercemar setelah beberapa waktu. Inilah sebab utama untuk tidak menganjurkan cara ini. Jika pencelupan dipakai untuk keperluan ini, bejana harus terus-menerus diisi dan dipasangi saluran pelimpahan (overflow).

Glazing dengan penyemprotan dinilai baik, tetapi di sini juga sulit untuk mendapatkan keseragaman. Diperlukan tenaga yang banyak untuk raem-balik ikan agar semua permukaan terlapisi.

Dip-spray glazer mempunyai beberapa kelebihan untuk dapat menghasilkan selimut es yang seragam dan merata, yakni:

a.     Ban berjalan berkecepatan konstan menjamin keseragaman waktu glazing.

b.      Ketinggian air di dalam parit dapat disetel untuk memastikan agar bagian bawah ikan terlapisi, tetapi ikan tidak terapung.

c.      Semprotan dari atas menyediakan suplai air yang konstan untuk melapisi bagian atas ikan dan untuk menambah air.

d.      Penghalang yang dapat diatur dipakai untuk menata ikan beku yang menumpuk di atas ban sehingga setiap ikan pasti terlapisi.

e.      Menggunakan hanya ½ dari jumlah air yang dibutuhkan pada automatic glazer yang menyemprot ikan dari atas dan dari bawah.

Glazing yang dilakukan pada ikan yang bersuhu -30°C atau lebih rendah menghasilkan selimut es yang retak-retak akibat tekanan termal selama pem-bentukan es, dan mudah lepas dalam penanganan berikutnya. Jika ikan terlalu lama dicelupkan di dalam air, selimut es itu tebal tetapi lunak dan juga mudah lepas.

Glazing yang baik dapat sangat bermanfaat terutama jika aspek yang lain dalam penyimpanan dan pengangkutan kurang ideal. Tetapi glazing yang buruk, yang mengakibatkan pelelehan sebagian dan pembekuan kembali se­cara perlahan di dalam cold storage, menghasilkan kerugian yang lebih besar daripada manfaatnya.

5.2.   Pengepakan

Pembungkusan perlu dilakukan pada produk eceran, bukan hanya untuk melindungi produk tetapi juga untuk memperindah dan memberi daya tarik kepada pembeli. Sedapat mungkin pembungkus harus kedap udara untuk mengurangi oksidasi produk. Bahan pembungkus juga harus dapat menahan uap air agar dapat mencegah penguapan produk selama penyimpanan. Pembungkus harus sesuai dengan produk yang dibungkus. Udara di dalam pembungkus memungkinkan terjadi oksidasi.

Derajat kekedapan pembungkus terhadap air dan udara tergantung pada kebutuhan. Jika sifat yang diinginkan untuk perlindungan dan sifat daya tarik bertentangan di dalam satu bahan pembungkus, maka dapat dipakai dua jenis bahan; pembungkus dalam untuk memberi perlindungan, pembungkus luar untuk daya tarik.

 

 

VI. Berat Ikan yang Hilang Selama Pembekuan

Ikan-ikan kecil kehilangan berat dalam persentase yang lebih besar dari-pada ikan-ikan besar. Kecepatan kehilangan berat itu sebanding dengan luas permukaan ikan yang terbuka. Ikan kecil mempunyai perbandingan luas per­mukaan yang lebih besar terhadap beratnya daripada ikan besar. Ikan yang dibekukan dalam bentuk tunggal akan kehilangan berat lebih banyak daripada ikan yang dibekukan dalam blok, karena alasan yang sama dengan di atas. Pembungkusan ikan selama pembekuan dapat mengurangi jumlah berat yang hilang. Tetapi jika pembungkusnya tidak ketat (meninggalkan banyak ruang kosong di dalam pembungkus), maka kehilangan itu tetap saja terjadi dari permukaan ikan tetapi tertahan di dalam pembungkus, sehingga berat ikan dan pembungkus tidak berubah.

Tabel 1.3. menunjukkan kehilangan berat pada beberapa proses pembe­kuan. Perbedaan antara jenis freezer yang berlainan tidaklah besar, tidak seperti yang disajikan di dalam kebanyakan brosur yang dibuat para produsen freezer. Perlu diingat bahwa sebagian kehilangan berat diakibatkan oleh peng-uapan air yang mungkin menempel di permukaan pada waktu pencucian, yang bagaimana pun akan hilang meskipun ikan tidak dibekukan.

Suatu kenyataan yang jarang diperhatikan adalah bahwa ikan yang di­simpan dengan es selama beberapa hari umumnya akan kehilangan berat lebih banyak daripada yang terjadi di dalam freezer.

Tabel 1.3. Berat ikan yang hilang selama pembekuan

PRODUK

CARA PEMBEKUAN

BERAT IKAN YANG HILANG

Udang IQF

Air blast

2% – 2,5%

Haddock IQF

Air blast

1,2%

Haddock IQF

Pembeku karbon-dioksida

0,6%

Produk-produk IQF

Pembeku nitrogen

0,3% – 0,8%

Fillet dalam baki

Air blast

1%

Ikan besar/blok ikan

Air blast

0,5%

Blok ikan

Contact freezer

0%

Ikan dalam karton

Contact freezer

0,5% di dalam pak

 

 

VII.  Pengukuran Suhu Ikan

Pengukuran suhu merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan pada setiap tahap penanganan dan pengolahan ikan untuk memastikan bahwa suhu ikan dan ruang kerja memenuhi syarat bagi dihasilkannya produk ikan yang baik.

Suhu ikan sangat penting selama pembekuan karena rasa dan penampilan produk akhir tergantung pada kecepatan pembusukan pada saat pembekuan. Suhu merupakan faktor terpenting yang mengendalikan pembusukan ikan. Perbedaan yang kecil saja dalam suhu dapat mengakibatkan kerugian mutu. Pemeriksaan harus dilakukan untuk mengetahui apakah suatu pendinginan sebelum pembekuan telah mencapai sasaran, dengan secara berkala memeriksa suhu ikan yang dipilih.

7.1.   Pengukuran Suhu Ikan Basah

Dalam setiap tahap penanganan, sangat penting untuk mengetahui bagian ikan yang suhunya tertinggi. Tergantung pada apakah ikan sedang didinginkan atau dihangatkan, bagian yang tertinggi suhunya dapat di tengah-tengah atau di bagian luar ikan atau tumpukan ikan. Meskipun bagian ikan bersuhu tertinggi telah diketahui, tetap dianjurkan untuk mengambil ikan secara acak untuk diukur suhunya, yaitu dengan mengambil dari atas, tengah, bawah dan bagi­an lain yang diduga berbeda.

Termometer yang sesuai dipakai untuk mengukur suhu ikan basah adalah termometer jarum yang khusus dirancang untuk ikan. Alat ini harus kuat dan cepat bereaksi sehingga dapat segera dibaca hasilnya. Ujung termometer yang merupakan sensor (elemen yang peka terhadap perubahan suhu), harus cukup kecil sehingga hanya tempat sensor itu berada-lah yang terukur suhu­nya. Ujung itu ditancapkan ke dalam ikan hingga mencapai bagian tengah. Termometer tersebut mempunyai ketepatan 0,25°C, skalanya dibuat dalam penambahan 0,5°C.

7.2.   Pengukuran Suhu Ikan Selama Pembekuan

Karena ikan membeku mulai dari luar ke dalam, tidak mungkin untuk menetapkan bahwa ikan telah beku seluruhnya dengan hanya melihat penampilan luarnya. Permukaan ikan, yang bersinggungan dengan medium pendingin (udara di dalam air blast freezer, logam pada plate freezer), sangat cepat turun suhunya hingga hampir menyamai suhu freezer. Namun, suhu bagian dalam ikan turun jauh lebih lambat.

Termometer yang paling sesuai untuk mengukur waktu pembekuan ada­lah thermocouple potentiometer. Tebal kabel thermocouple dapat dipilih untuk disesuaikan dengan produk yang dibekukan. Karena harganya murah dan dapat diabaikan, kabel itu dapat dipotong setelah pembekuan, hanya ditinggalkan bagian pendek yang tertanam di dalam ikan, kemudian diambil kembali ketika ikan dilelehkan.

Waktu pembekuan ikan adalah waktu yang diperlukan agar suhu tertinggi mencapai derajat tertentu, karena itu sangat perlu untuk meng­ukur titik di dalam ikan yang tam-paknya akan membeku terakhir.

Beberapa thermocouple perlu ditempatkan di dalam ikan yang diperkira­kan akan mempunyai waktu pembekuan yang berbeda. Pemilihan posisi di dalam air blast freezer, misalnya, meliputi ikan yang terdekat hingga yang terjauh dari datangnya udara dingin, ikan yang dekat dengan dinding, di bagian atas dan bawah kereta, dan pada titik-titik lain yang diduga mempunyai waktu pembekuan lebih atau kurang dari rata-rata. Jika unjuk kerja freezer untuk produk tertentu telah diketahui berdasarkan pengukuran di atas, pengukuran selanjutnya tidak perlu terlalu komprehensif.

Bila alat pengukur suhu belum tersedia, tanda-tanda apakah ikan sudah beku atau belum, dapat diketahui dengan memeriksa produk. Permukaan ikan yang dibekukan akan tetap lunak dan dapat ditembus benda tajam hingga suhu -4°C. Jika dapat ditembus, maka ikan jauh dari beku. Pada akhir pem­bekuan, pemeriksaan dapat dilakukan dengan membelah contoh ikan. Waktu pembekuan dianggap cukup apabila semua bagian ikan tampak telah beku. tetapi jika tengahnya masih lunak, maka waktu pembekuan perlu diperpanjang.

7.3.   Pengukuran Suhu Ikan Beku

Kadang-kadang suhu ikan beku perlu diperiksa dalam penanganan, peng-angkutan dan penyimpanan. Kesulitan timbul karena kerasnya. Termometer tidak dapat ditancapkan pada ikan yang suhunya kurang dari -4°C, dan karena itu diperlukan cara yang berbeda dari pengukuran suhu ikan segar.

Jika thermocouple telah terpasang dalam pengukuran pembekuan, ujung-ujung kabel yang ada pada ikan beku dapat dihubungkan kembali dengan unit pengukur. Ikan atau pak yang berisi thermocouple harus ditandai untuk memudahkan pencariannya kembali.

Jika tidak ada thermocouple yang tertanam di dalam ikan, ikan perlu dilubangi dengan bor sehingga termometer dapat dimasukkan, tetapi metode ini harusnya akurat jika dilakukan dengan benar. Kesalahan sebesar 20°C dapat terjadi jika digunakan termometer dan cara yang salah.

Termometer jarum seperti yang disebutkan dalam pengukuran suhu ikan basah dapat dipakai dengan cara berikut.

a.       Ambil ikan dari dalam cold storage dan secepatnya buat lubang dengan bor yang besarnya setara dengan ukuran jarum penusuk. Kedalaman lubang sekurang-kurangnya 10 cm untuk mengurangi kekeliruan akibat konduksi panas; jika kedalaman ini tidak mungkin, dapat dikurangi seperlunya.

b.       Masukkan jarum termometer ke dalam lubang dan amati penunjukan suhu sampai tercapai suhu terendah, lalu mulai meningkat lagi. Suhu terendah yang terbaca harus ± 0,5°C dari suhu ikan yang nyata. Penyimpangan dalam penggunaan cara ini terutama disebabkan karena suhu ikan naik. Karena itu maka pekerjaan harus dilakukan dengan cepat. tidak boleh lebih dari 2-3 menit. Jika terdapat keraguan, lubang dapat dibuat di dalam cold storage beberapa saat sebelum ikan dikeluarkan untuk diukur suhunya.

 

 

 

7.4.   Ringkasan Pengukuran Suhu Ikan

1.     Dalam mengukur suhu ikan, selalu pilih suhu ikan yang mewakili, yaitu ikan yang paling lambat dingin, paling cepat panas, atau pada suhu tertinggi

2.     Masukkan termometer sedalam mungkin ke tengah ikan yang diukur suhunya untuk mengurangi kesalahan karena konduksi panas

3.     Ukur secepatnya dengan penanganan ikan sesedikit mungkin

4.     Gunakan termometer yang cepat bereaksi dan hanya mempunyai kesalahan 0,25°C dari suhu ikan yang nyata

5.     Gunakan termometer dengan elemen peka suhu yang berukuran kecil

6.     Secara berkala periksa dan kalibrasikan alat-alat yang dipakai.

 

VIII. Distribusi Ikan Beku

Di Indonesia pembekuan kebanyakan dilakukan untuk tujuan ekspor, dan hanya sedikit dilakukan untuk konsumsi lokal. Lain halnya di negara-negara besar yang telah maju, pembekuan dilakukan untuk ikan-ikan yang akan didistribusikan ke tempat-tempat yang jauh dari tempat pendaratan ikan.

Kegunaan ikan beku adalah untuk digunakan sebagai bahan mentah untuk industri misalnya pengalengan atau pengasapan, atau untuk diperda-gangkan dalam bentuk segar (sudah dilelehkan kembali). Ikan beku yang sudah dilelehkan mempunyai kecenderungan untuk membusuk seperti ikan segar, maka harus diperlakukan seperti ikan segar, misalnya didinginkan jika terpaksa harus disimpan. Akhir-akhir ini telah dikembangkan pembekuan ikan tuna untuk sashimi (dimakan mentah).

Dalam distribusi ikan beku, pengangkutan adalah masalah teknologi utama yang harus dihadapi. Kenaikan suhu ikan beku selama pengangkutan harus dibatasi dan jika mungkin dicegah, karena kenaikan suhu berarti percepatan pembusukan. Untuk itu maka alat-alat pengangkut harus diperlengkapi dengan unit pendingin. Unit pendingin untuk mempertahankan suhu ikan be­ku dapat berupa alat pendingin mekanis, es kering, atau cairan nitrogen atau CO2. Suhu pengangkutan pada umumnya tidak boleh lebih dari 18°C.

Sarana-sarana pengangkutan dapat berupa (a) truk atau container, (b) kereta api, dan (c) kapal laut. Ruang pengangkut diberi lapisan isolator yang baik dan diberi pintu yang rapat. Bagian dalam dan luarnya dilapisi dengan lembaran-lembaran aluminium, baja lapis seng, stainless steel, atau fiber­glass. Konstruksi ruangan dan alat pendingin dibuat menyerupai cold stor­age di darat.

Dalam menyusun ikan harus diingat bahwa ikan mengalami goncangan-goncangan yang mengakibatkan susunan tersebut dapat rusak. Dalam peng­angkutan jarak pendek, misalnya pemindahan ikan dari cold storage yang satu ke cold storage yang lain atau ke kapal/kereta api, sedangkan fasilitas pengangkut berpendingin tidak tersedia sehingga hanya dipakai truk-truk biasa, maka pengangkutan harus dilakukan pada malam hari.

8.1.   Pelelehan(Thawing)

Pelelehan dilakukan sesaat sebelum ikan dipakai atau untuk diperdagang-kan dalam bentuk segar. Karena ikan yang telah dilelehkan ini pun membusuk seperti halnya ikan yang belum dibekukan, maka ikan harus didinginkan (de­ngan es, dsb) jika harus menunggu lama, termasuk jika ikan akan dijajakan.

Dalam pelelehan, ikan kehilangan sebagian beratnya dalam bentuk drip. Banyaknya drip dalam pelelehan, akan menghasilkan ikan yang bermutu rendah.

Pada prinsipnya pelelehan dilakukan dengan memanaskan ikan beku. Cara-cara pelelehan dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1.   Menggunakan panas yang dialirkan ke dalam daging melalui kulit

a.    Pelelehan dengan udara diam; ikan beku dibiarkan meleleh pada suhu ruangan (suhu tidak lebih dari 16°C). Ini memerlukan waktu sehari semalam, dilakukan untuk ikan yang dibekukan secara individual (tunggal).

b.    Pelelehan secara air-blast; ikan dialiri dengan udara (tidak lebih dari 21 °C) berkecepatan 400 m/menit; biasanya memerlukan waktu 4-5 jam tergantung pada ukuran blok.

c.     Pelelehan dengan air; digunakan air 21 °C yang bersirkulasi dengan kecepatan 33 cm/menit, memerlukan waktu 4-5 jam. Fillet beku tidak boleh dilelehkan dengan cara ini sebab fillet akan menyerap banyak air dan kehilangan rasanya.

2.    Menggunakan panas yang ditimbulkan di dalam daging ikan

a.     Dielectric heating; ikan diapit (tetapi tidak menyentuh) di antara 2 elektroda yang dialiri arus listrik bolak-balik sebesar 5000 V, 40 juta hertz, sehingga timbul panas yang mampu melelehkan blok ikan setebal 10 cm dalam waktu 40 menit. Cara ini baik untuk ikan-ikan yang seragam bentuknya. Instalasinya dapat dibuat dengan kapasitas yang tinggi, tetapi perlu modal yang besar.

b.     Electrical resistance thawing; bekerja berdasarkan prinsip bahwa suatu penghambat arus akan menjadi panas jika dialiri listrik. Ikan beku juga merupakan penghambat arus listrik. Ikan dijepit di antara dua metal, dan listrik dialirkan melalui kedua metal itu. Cara ini digunakan untuk blok-blok yang tipis. Jika suhu ikan beku terlalu rendah, ikan terlebih dulu dicelupkan di dalam air hangat.

c.        Microwave heating; Ikan dilelehkan dengan arus listrik berfrekwensi tinggi dalam beberapa detik, cocok untuk ikan-ikan tipis dan fillet. Instalasinya perlu modal besar, dan sejauh kini belum memberikan keuntungan secara komersial.

Pengolahan Ikan

    1. Menurut Irianto (2005), pengolahan ikan adalah usaha mengolah ikan, untuk merubahnya menjadi produk baru yang secara fisik berbeda bentuk maupun rasa dari produk asalnya (ikan).
    2. (2006), pengolahan ikan adalah usaha mengolah ikan yang umumnya sangat disukai masyarakat karena produk akhir yakni memiliki perubahan sifat-sifat daging seperti bau (odour), rasa (flavour), bentuk (apperance), dan tekstur.

 

Salah satu makanan hasil olahan dari ikan adalah kerupuk ikan. Produk makanan kering dengan bahan baku ikan dicampur dengan tepung tapioka ini sangat digemari masyarakat. Makanan ini sering digunakan sebagai pelengkap ketika bersantap ataupun sebagai makanan ringan. Bahkan untuk jenis makanan khas tertentu selalu dilengkapi dengan kerupuk. Makanan ini menjadi kegemaran masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, gurih dan ringan. Selain rasa yang enak tersebut, kerupuk ikan juga memiliki kandungan zat-zat kimia yang diperlukan oleh tubuh manusia.

Pengawetan Ikan

Pengawetan Ikan

    1. Menurut Irianto (2005), pengawetan ikan adalah usaha mengawetkan ikan dengan tujuan untuk mempertahankan mutu serta mencegah terjadinya pembusukan ikan.
    2. (2006), pengawetan ikan adalah proses yang bertujuan untuk mempertahankan mutu kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekali penyebab kemunduran mutu (pembusukan), maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya aktivitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi oksigen), agar ikan tetap baik sampai ke tangan konsumen.

Untuk mengawetkan ikan dapat dilakukan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi yang sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan, namun inti dari pengawetan ikan adalah suatu upaya untuk menahan laju pertumbuhan mikro organisme pada ikan. Berikut adalah beberapa teknik standar yang telah dikenal secara umum oleh masyarakat luas dunia.

 

1. Pendinginan

Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori dari sistem pendinginan adalah memasukkan ikan pada tempat atau ruangan yang bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan ikan atau minuman bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh di wadah yang berisi es.

Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Suhu untuk mendinginkan ikan biasa biasanya bersuhu 15 derajat celsius. Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat yang bersuhu 0 sampai -4 derajat selsius.

 

2. Pengasapan

Cara pengasapan adalah dengan menaruh ikan dalam kotak yang kemudian diasapi dari bawah. Teknik pengasapan sebenarnya tidak membuat ikan menjadi awet dalam jangka waktu yang lama, karena diperlukan perpaduan dengan teknik pengasinan dan pengeringan.

 

3. Pengalengan

Sistem yang satu ini memasukkan ikan ke dalam kaleng alumunium atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai pengawet seperti garam, asam, gula dan sebagainya. Tehnik pengalengan termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu dengan memberi zat pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara.

 

4. Pengeringan

Mikro organisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat ikan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar air pada ikan, maka akan menjadi mudah proses pembusukan ikan.

 

5. Pengasinan

Cara yang terakhir ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan ikan. Tehnik ini disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk ikan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan dengan pengeringan.